Anggih alewandra 28
salaing berbagi ilmu
Minggu, 20 Mei 2018
Sabtu, 19 Mei 2018
Selasa, 05 September 2017
Rabu, 23 November 2016
model pengembangan kurikulum
TUGAS
MAKALAH
MODEL-MODEL
PENGEMBANGAN KURIKULUM
(Model
Zais)
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Analisis dan Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr.
Wiwi Isnaeni, M.Si
Disusun
Oleh:
Eva
Prima Putri (0106515012)
Anggihsyah
Putra (0106516018)
Korsini
Heru Setiawan Tolang (0106516016)
Zelmy
Adista Vembriliya (0106516021)
PENELITIAN DAN
EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah memerlukan suatu model yang dijadikan landasan
teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Model atau konstruksi merupakan
ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan
kurikulum model merupakan ulasan teoritis tentang pengembangan kurikulum secara
menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen
kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentan keseluruhan proses
kurikulu, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya
saja.
Banyak
model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan pada kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan yang disentralisasi. Model pengembangan dalam
kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik,
teknologis, dan rekonstruksi sosial.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum?
2. Model-model
apa saja yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, khususnya yang termasuk
dalam model pengembangan Zais?
3. Apakah
kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model pengembangan?
1.3
Tujuan
Pembahasan
1. Menjelaskan
pengertian model pengembangan kurikulum
2. Menjelaskan
berbagai macam model pengembangan kurikulum khususnya model pengembangan Zais
3. Menjelaskan
kelebihan dan kekurangan dari masin-masing model pengembangan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengembangan Kurikulum
Menurut Good
dan Travers dalam Sanjaya (2010:82), model adalah abstraksi dunia nyata atau
representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis,
grafis, serta lambang-lambang lainnya. Menurut Arifin (2012:137), model atau
konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Sedangkan
pengembangan kurikulum menurut Sukmadinata (2012:31) adalah proses penyusunan
rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana
cara mempelajarinya. Berdasarkan pengertian model dan pengembangan kurikulum di
atas dapat disimpulkan bahwa Model pengembangan kurikulum adalah ulasan
teoritis dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam
penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada
yang memberikan relevansi pada masa mendatang.
2.2 Model – model Pengembangan Kurikulum
Zais dalam
Arifin (2012:137) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum,
yaitu:
1)
The
Administrative (Line –Staff) Model
2)
The
Grass-Roots Model
3)
The
Demostration Model
4)
Beauchamp’s
System Model
5)
Taba’s
Inverted Model
6)
Roger’s
Interpersonal Relations Model
7)
The
Systematic Action-Research Model
8)
Emerging
Technical Model
Model –model
diatas sebagian merupakan model yang sering ditempuh orang dalam kegiatan
pengembangan kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model
yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu. Berikut pemaparan beberapa model
pengembangan kurikulum seperti yang dikemukakan oleh Zais.
1.
The
Administrative (Line –Staff) Model
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Model
ini diberi nama model administratif atau line-staff atau bisa juga dikenal
top-down karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para
administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya,
administrator
pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan
kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum.
Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh
dari dunia kerja dan perusahaan, tugas
tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan,
kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal
mendasar ini terumuskan dan mendapat pengakajian yang seksama, administrator
pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum.
Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas
para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru
bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun
kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari
konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas
tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari
tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran,
memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman
pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah semua tugas
dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang
oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang
kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup
baik, administrator
pemberi tugas
menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah
untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian
disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari
atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya,
terutama guru-guru.
Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering
tidak dapat dihindarkan.
Dalam
pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula
adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi,
untuk menilai baik validitas komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun
keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari
tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim
khusus sekolah
yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi
instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah (Sukmadinata, 2010:161).
Menurut Sanjaya (2010:78) proses
pengembangan kurikulum model ini dilakukan dengan empat langkah, yaitu sebagai
berikut.
a.
Langkah pertama, dimulai dari
pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri
dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli
kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dari tokoh dunia kerja.
Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar
kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan.
b.
Langkah kedua, menyusun tim atau
kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah
disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli
kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan
guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah
merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum,
memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan
alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan
kurikulum bagi guru.
c.
Langkah ketiga, apabila kurikulum
telah selesai disusun, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk
dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum
itu diuji cobakan dan dievaluasi kelayakannya oleh suatu tim yang ditunjuk oleh
para administrator. Hasil uji coba tersebut digunakan sebagai bahan
penyempurnaan.
d.
Langkah keempat, para administrator
selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan
kurikulum yang telah tersusun itu. Berdasarkan langkah-langkah pengembangan
seperti yang telah dijabarkan di atas tampak bahwa dalam model pengembangan
kurikulum ini guru hanya sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh
para pemegang kebijakan.
2.
The
Grass-Roots Model
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan
dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang
bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum.
Pengembangan
atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu
atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen
kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna
itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu
sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh
smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum karangan
Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata.
a.
The curriculum will
improve only as the proffesional competence of teachers improves (kurikulum
hanya akan bertambah baik hanya jika kompetensi profesional guru bertambah baik).
b.
The competence of
teacher will be improved only as the teachers become involved personally in the
problems of curriculum revision (kompetensi guru akan menjadi bertambah baik
hanya jika guru-guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam masalah- masalah
perbaikan (revisi) kurikulum).
c.
If teachers share in
shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and solving the
problems to be encountered, and in judging and evaluating the results, their
involvement will be most nearly assured (jika para guru bersama menanggung
bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih, mendefinisikan,
dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Serta dalam memutuskan dan
menilai hasil, keterlibatan mereka akan lebih terjamin).
d.
As people meet in
face-to-face groups, they will be able to understand one another better and to
reach a consensus on basic principles, goals, and plans (sebagai orang yang
bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti satu
dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya konsensus dalam
prinsi-prinsip dasar, tujuan, dan perencanaan).
Pengembangan kurikulum
yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu
atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi
sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau
daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model
grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu
dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif (Sukmadinata, 2010: 163).
3.
Beauchamp’s
System Model
George A.
Beauchamp (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat
rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah. Pengembangan
kurikulum merupakan bagian penting dalam program pendidikan. Kurikulum dan
silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat dioperasionalkan di sekolah
dan kelas.
Menurut
Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum
(Beauchamp’s System).
1)
Menetapkan arena atau
lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan,
kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang
dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh
tujuan pengembangan kurikulum.
2)
Menetapkan personalia,
yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada
empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
a. para
ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para
ahli bidang ilmu dari luar.
b. para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih.
c. para
profesional dalam sistem pendidikan.
d. profesional
lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp
mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang
biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum
dibanding dengan tokoh-tokoh lain seperti para penulis dan penerbit buku, para
pejabat pemerintah, politisi, dan pengusaha serta industriawan.
Penetapan
personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena.
Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru.
Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru
semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini,
Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
a. Haruskah
kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
b. Bila
ya, apakah peranan mereka?
c. Apakah
mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran
tersebut?
3)
Organisasi dan prosedur
pengembangan kurikulum.
Langkah ini berkenaan
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan
yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi,
dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi
keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a.
membentuk tim
pengembang kurikulum
b.
mengadakan penilaian
atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c.
studi penjajagan
tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d.
merumuskan
kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e.
penyusunan dan
penulisan kurikulum baru.
4)
Implementasi kurikulum.
Langkah ini merupakan
langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru,
siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari
pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5)
Evaluasi kurikulum.
Langkah ini mencakup
empat hal, yaitu:
a.
evaluasi tentang
pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b.
evaluasi desain kurikulum
c.
evaluasi hasil belajar
siswa
d.
evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh
dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain
kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya (Dakir, 2010: 106).
4.
The
Demostration Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah
guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam pembaharui
kurikulum. Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi terdiri atas
dua bentuk, yaitu:
a. Dalam bentuk pertama yang cendrung
bersifat formal, sekelompok guru diorganisasikan dalam suatu sekolah secara
terpisah. Tugas mereka adalah mengembangkan proyek percobaan kurikulum.
Tujuannya sama seperti tim penelitian dan pengembangan secara internal, yaitu
untuk menghasilkan segmen baru dalam kurikulum sekolah. Dalam bentuk pertama
ini, inisiatif dan organisasi kurikulum berasal dari atas sehingga model ini
dianggap sebagai representasi variasi model administrasi.
b. Dalam bentuk kedua dianggap kurang
formal dibandingkan dengan bentuk pertama karena guru-guru yang merasa kurang
puas dengan kurikulum yang ada membuat eksperimen dalam area tertentu. Mereka
bekerja dalam bentuk organisasi tak terstruktur atau bekerja sendiri – sendiri.
Tujuan untuk menghasilkan alternative praktik kurikulum. Jika eksperimen
berhasil, maka diusulkan untuk diadopsi penggunaannya di seluruh sekolah.
Dengan demikian, model demonstrasi dapat dilaksanakan baik
secara formal amupun tidak formal. Keuntungan model demonstrasi antara lain :
1)
Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba
dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternative yang dapat bekerja.
2)
Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cendrung lebih
mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
3)
Mudah untuk mengatasi hambatan
4)
Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif dan nara sumber
sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk
mengembangkan program-program baru. Guru-guru yang tidak terlibat di dalam
proses pengembangan cendrung bersikap apatis, curiga, tidak percaya, dan
cemburu. Akibatnya mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati
(Hamid, 2009).
5. Taba’s Inverted Model
Model ini lebih menitikberatkan
kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan
penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan
yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Ada lima langkah
pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini.
a.
Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot, unit) melalui
langkah-langkah:
b.
Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam
rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.
Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen
berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.
Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e. Implementasi dan diseminarkan
kurikulum yang telah teruji. Pada tahap ini terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru
melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan
fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.
6.
Roger’s
Interpersonal Relations Model
Roger, seorang ahli
psikologi, memberikan warna yang cukup kuat dalam pengembangan model kurikulum.
Ada empat model yang dikembangkan oleh Roger. Model yang satu merupakan
perbaikan dari model sebelumnya.
1)
Model I
Model
pertama merupakan model yang paling sederhana. Kesederhanaan model ini dapat
dilihat dari kegiatan yang ditawarkan, yaitu pembelajaran (pemberian informasi)
dan ujian. Model ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pendidikan merupakan
kegiatan penyampaian informasi yang diakhiri dengan kegiatan evaluasi. Oleh
sebab itu, banyak pengembang menyebut model ini sebagai model tradisional.
Namun demikian, pada awal pengembanganya, model yang sederhana ini banyak
sekali digunakan. Jika Anda menggunakan model ini, maka sesuai dengan sifatnya,
Anda harus bias menjawab dua pertanyaan mendasar berikut.
a. Mengapa Anda mengajar mata pelajaran ini?
b. Bagaimana Anda bisa mengukur keberhasilan
pengajaran yang anda ajarkan?
Dari
pertanyaan di atas terlihat bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari
kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Asumsi yang dipakai
dalam model ini adalah pendidikan adalah evaluasi, dan evaluasi adalah
pendidikan.Model ni menganggap siswa sebagai obyek yang pasif, sedangkan guru
merupakansubyek yang aktif, yang mempunyai peran lebih dominan. Metode
pembelajaran belum terlalu dipentingkan. Kesistematisan organisasi materi juga
belum menjadiperhatian. Secara skematis, model ini dapat digambarkan sebagai
ber ikut Sejumlah kelemahan yang terdapat dalam model ini mendorong Roger untuk
mendesain model 2.
2)
Model II
Model
pengembangan kurikulum ini beranjak dari dua pertanyaan sebelumnya dan dua
pertanyaaan tambahan berikut.
a.
Metode apa yang Anda gunakan dalam mengajarkan mata pelajaran?
b.
Bagaimana Anda mengorganisasikan bahan pelajaran?
Dengan
menambahkan komponen metode mengajar dan organisasi bahan maka terlihat bahwa
model pengembangan kurikulum II semakin baik dan lengkap.Metode yang efektif
dan penataan bahan pelajaran sistematis (dari mudah ke yang lebih sukar, dari
konkret ke abstrak, dst.)
3)
Model III
Tidak
puas dengan model kedua ini, Roger pun memunculkan model IIIdengan menambahkan
dua hal yaitu tentang dukungan bahan ajar yang meliputibuku-buku dan media
pengajaran. Dengan demikian pengaplikasian model ketiga inidapat dilakukan jika
Anda sebagai guru mampu mengimplementasikan duapertanyaan tambahan berikut di
sekolah.
a. Buku pelajaran apa yang Anda gunakan dalam
suatu pelajaran?
b. Media pengajaran apa yang Anda gunakan
dalam mendukung kegiatan pembelajaran?
4)
Model IV
Di
samping pelbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III,pada model IV
ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan,yaitu tujuan.
Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua
komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan
digunakan.
7.
The
Systematic Action-Research Model
Model kurikuum
ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan
sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua,
siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi kelompok dari
sekolah dan masyarakat. Jadi model ini menekankan pada tiga hal; yaitu hubungan
insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan
professional.
Kurikulum
dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, pengusaha, siswa, guru,
dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak
belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran.
Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat,
dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama,
mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor,
kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian
tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi
masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Langkah kedua,
implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini
segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Fungsinya untuk
menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah
yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi,
sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut (Sukmadinata, 2010:169).
8.
Emerging
Technical Model
Perkembangan bidang
tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam
bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh
kecenderungan-kecenderungan baru berdasarkan hal tersebut, diantaranya:
· The
Behaviour Analysis Model; menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu
perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang
sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku
tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih
kompleks.
· The
System Analysis Model; berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama
dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai
ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah
mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang
diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa
program pendidikan.
· The
Computer-Based Model; suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
computer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit
kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang
diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan
tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan
dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer
(Sukmadinata, 2010:170).
2.3 Kebaikan
dan kelemahan setiap model pengembangan
1. Model Administratif
Dalam model administratif , inisiatif pengembangan
kurikulum datang dari pihak pejabat (administrator) pendidikan. Begitu pula dalam
kegiatan penunjukan orang-orang yang terlibat didalamnya beserta tugas-tugasnya
dalam pengembangan kurikulum ditentukan oleh administrator. Dengan menggunakan
sistem garis komando selanjutnya hasil pengembangan kurikulum disebarluaskan
untuk diterapkan disekolah-sekolah.
Kebaikan model ini : pada model ini penekanan
diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum dengan uraian
tugas dan fungsinya masing-masing, disamping pengarahan kegiatan yang
bercirikan dari atas kebawah. Model ini mudah dilaksanakan di negara-negara
yang kemampuan profesional staf pengajarannya masih lemah.
Kelemahan model
ini :
1)
Pada prinsipnya pengembangan kurikulum
dengan model ini bersifat tidak demokratis, Karena prakarsa, inisiatif dan
arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan
berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas.
2)
Pengalaman menunjukkan bahwa model
ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena
perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan masyarakat,melainkan
semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam
kepanitian .
3)
Kelemahan utama dari model administratif
adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama
menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase
sendiri-sendiri,yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen
kurikulum tersebut.
2.
Model Grass Roots
Model grass roots kebalikan drai model administratif.
Inisiatif dan kegiatan pengembangan kurikulum datang dari guru, baik pada level
ruang kelas maupun level sekolah. Inisiatif ini muncul dikarenakan oleh
ketidakpuasan guru terhadap kurikulum yang berjalan,selanjutnya para gru
berupaya mengadakan inovasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan.
Kebaikan model ini: kurikulum ini sangat bersifat
desentralisasi, karena segala ide mulai dari perencanaan penyusunan sampai
pelaksanaannya di lapangan adalah hak otonomi sekolah tersebut, dan pemerintah
atau pengambil kebijakan yang lebih tinggi diatasnya tidak mempuyai kewenangan
untuk mengubahnya.
Kelemahan model ini: di sekolah terdapat banyak
kurikulum sehingga menimbulkan banyak kebingungan baik siswa maupun guru.
3.
Beauchamp’s system model
Model ini baik, karena dalam pembuatan kurikulum
dengan modelini banyak melibatkan banyak orang, tidak hanya para ahli bidang pendidikan,tetapi
juga tokoh-tokoh masyarakat. Beauchamp juga membuat sistem sendiri dengan
menentukan arena atau ruang lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum,
setelah itu menetapkan personalia dalam pengembangan kurikulum tersebut,
Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, kemudian implementasi kurikulum
itu.
Kebaikan model ini: semua para ahli yang bergelut
dalam bidang pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat ikut serta
dalam penyusunan kurikulum.
Kelemahan model ini : sulit untuk mengumpulkan
orang-orang tersebut karena banyak pihak (profesi) yang terlibat dalam penyusunan
kurikulum tersebut
4.
Model Demonstrasi
Pengembangan kurikulum ini pada dasarnya datang dari
bawah(grass roots), semula merupakan upaya suatu inovasi kurikulum dalam skala
kecil yang selanjutnya digunakan daam skala yang lebih luas,tetapi dalam
prosesnya sering mendapatkan tantangan dan ketidaksetujuan dari pihak-pihak
tertentu.
Kebaikan
model ini:
1)
Menghasilkan kurikulum yang lebih
praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang
nyata.
2)
Perubahan dan penyempurnaan yang
hanya dalam skala kecil atau bagian-bagian tertentu dalam kurikulum, maka
perubahan atau penyempurnaan akan lebih mudah diterima oleh administrator.
3)
Memungkinkan terlaksananya teori dan
praktek atau dokumentasi yang ada dapat dilaksanakan
4)
Dapat mendorong administrator
mengembangkan program baru, karena sifat dari model demonstrasi adalah grass roots yang menempatkan guru
sebagai pengambil inisiatif dan narasumber.
Kelemahan model ini: model ini menciptakan
pertentangan-pertentangan dikalangan guru. Guru-guru yang tidak ikut serta
dalam proses pengembangan kurikulum cenderung menganggap guru-guru yang melakukan
eksperimen dengan keraguan (setengah hati), tidak yakin atau bahkan tidak
memperdulikannya.Oleh karena itu, suatu komponen yang penting pada model demonstrasi
adalah perlu diadakannya komunikasi terbuka antara guru-guru yang melakukan
eksperimen dengan pihak berwenang (misalnya perguruan tinggi yang terkait),
yang bertujuan untuk mencegah rasa keraguan/rasa tidak diikutsertakan,
sebaiknya kelompok eksperimen
melakukan serangkaian demonstrasi hasil-hasil pekerjaan mereka untuk memuaskan
berbagai pihak, misalnya perguruan tinggi dan para siswa sehingga inovasi
kurikulum yang telah mereka lakukan bukan hanya eksperimental belaka melainkan dapat
diserap dan dilaksanakan dalam lingkungan sistem sekolah
5.
Model terbalik Hilda
Taba
Taba’s
mengembangkan kurikulum yang bersifat induktif. Model ini lebih rinci dan lebih
sempurna jika dibandingkan dengan model Ralp Tyler. Model Taba merupakan
modifikasi dari model Tyler, modifikasi tersebut terutama penekanannya pada
pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor
utama dalam usaha pengembangan kurikulum.
Kebaikan model ini: guru harus aktif penuh dalam
pengembangan kurikulum, guru diposisikan sebagai inovator dalam pengembang
kurikulum.
Kelemahan model ini: terletak pada sulitnya
mengorganisasikan model inikarena memerlukan kemampuan teoritis dan profesional
yang tinggi dari para staf pengajar atau administrator pelaksana-pelaksananya.
6.
Roger’s
interpersonal relations model
Model pengembangan kurikulum Rogers berdasarkan atas
ilmu psikologi karena dia adalah ahli psikologi, akan tetapi pengembangan kurikulum
dengan model ini tidak cukup baik karena rogers bukanlah ahli pendidikan
meskipun ilmu psikologi dapat membantu dalam pengembangan kurikulum.
Kebaikan model ini: adanya aktifitas dan interaksi
antara individu satu dengan individu yang lain seperti antara guru dengan guru
atau guru dengan orang tua dan seterusnya. Dalam model ini diutamakan adalah
adanya perubahan tingkah laku, dalam hal bagaimana mereka memandang sesuatu.
Kelemahan model ini: tidak ada suatu perencanaan
kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Kurikulum
model ini hanya dapat dilaksanakan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan
berorientasi pada proses, sehingga diperlukan kelompok dalam latihan sensditif.
7.
The
systematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial, artinya bila kurikulum
berubah maka perubahan sosial yang melibatkan kepribadian orangtua, siswa,
guru, struktur sistem sekolah juga mengalami perubahan.
Kebaikan model ini: kurikulum dikembangkan dalam
konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha,
siswa, guru, dan lainnya yang mempunyai pandangan bagaimana seharusnya
kurikulum yang baik.
Kelemahan model ini: terletak pada penerapannya karena
memerlukan staf yang khusus dan terlatih dalam penelitian, tentunya hal
tersebut (dalam pelaksanaanya) membutuhkan biaya yang besar.
8.
Emerging
technical model (model teknologi)
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan
serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model kurikulum. Jadi, kurikulum juga berubah seiring dengan perkembangan
IPTEK.
Kebaikan model ini: menyangkut pada penyelenggaraan
yang sistematis dan dapat menjangkau kawasan yang lebih luas.
Kelemahan model ini: kebalikan dari kebaikannya,
keahlian dan profesional merupakan penghambat jika model ini digunakan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Banyak model
dari pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya, serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan
pendidikan yang dianut serta model kosep pendidikan mana yang digunakan.
Terdapat
berbagai macam model pengembangan kurikulum yang terdapat dalam model
pengembangan Robert S Zais, diantaranya yaitu: model administrasi, model Grass
Root, model sistem Beauchamp, model demonstrasi, model terbalik Hilda Taba, Rogers’s interpersonal relations model, the
Systemic Action Research model, dan Emerging Technical model. Masing-masing model tersebut memiliki
kebaikan dan kelemahan yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengembangkan kurikulum
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin, Z. 2012. Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Dakir. H. 2010. Perencanaan
Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Faqoth, Aviet. 2012. Model Pengembangan Kurikulum. Artikel.
https://www.scribd.com/doc/118399544/Makalah-Model-Pengembangan-Kurikulum (diunduh 10
September 2016. Pukul 11:56 WIB).
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Hasan, Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanjaya,
Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran,
Jakarta: Kencana
Sukmadinata, N. S. 2012. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Tim Pengembang MKDK. 2002. Kurikulum
dan Pembelajaran : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan UPI. Bandung: PT. Raja
Grafindo Persada
Langganan:
Postingan (Atom)