Rabu, 23 November 2016

model pengembangan kurikulum



TUGAS MAKALAH

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
(Model Zais)

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis dan Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr. Wiwi Isnaeni, M.Si


Disusun Oleh:
Eva Prima Putri                     (0106515012)
Anggihsyah Putra                   (0106516018)
Korsini Heru Setiawan Tolang          (0106516016)
Zelmy Adista Vembriliya        (0106516021)



 PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Kegiatan pengembangan kurikulum sekolah memerlukan suatu model yang dijadikan landasan teoritis untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum model merupakan ulasan teoritis tentang pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Ada suatu model yang memberikan ulasan tentan keseluruhan proses kurikulu, tetapi ada pula yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan pada kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang disentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis, dan rekonstruksi sosial.

1.2         Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum?
2.      Model-model apa saja yang digunakan dalam pengembangan kurikulum, khususnya yang termasuk dalam model pengembangan Zais?
3.      Apakah kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model pengembangan?

1.3         Tujuan Pembahasan
1.      Menjelaskan pengertian model pengembangan kurikulum
2.      Menjelaskan berbagai macam model pengembangan kurikulum khususnya model pengembangan Zais
3.      Menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari masin-masing model pengembangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Pengembangan Kurikulum
     Menurut Good dan Travers dalam Sanjaya (2010:82), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Menurut Arifin (2012:137), model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Sedangkan pengembangan kurikulum menurut Sukmadinata (2012:31) adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Berdasarkan pengertian model dan pengembangan kurikulum di atas dapat disimpulkan bahwa Model pengembangan kurikulum adalah ulasan teoritis dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang dalam penyusunan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada yang memberikan relevansi pada masa mendatang.
2.2     Model – model Pengembangan Kurikulum
Zais dalam Arifin (2012:137) mengemukakan delapan model pengembangan kurikulum, yaitu: 
1)        The Administrative (Line –Staff) Model 
2)        The Grass-Roots Model 
3)        The Demostration Model 
4)        Beauchamp’s System Model 
5)        Taba’s Inverted Model 
6)        Roger’s Interpersonal Relations Model 
7)        The Systematic Action-Research Model 
8)        Emerging Technical Model 
Model –model diatas sebagian merupakan model yang sering ditempuh orang dalam kegiatan pengembangan kurikulum sekolah, dan sebagian merupakan ulasan terhadap model yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh tertentu. Berikut pemaparan beberapa model pengembangan kurikulum seperti yang dikemukakan oleh Zais.
1.    The Administrative (Line –Staff) Model 
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Model ini diberi nama model administratif atau line-staff atau bisa juga dikenal top-down karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum.
 Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah  (Sukmadinata, 2010:161).
Menurut Sanjaya (2010:78) proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan dengan empat langkah, yaitu sebagai berikut. 
a.    Langkah pertama, dimulai dari pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada di bawahnya, seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dari tokoh dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan umum pendidikan. 
b.    Langkah kedua, menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang dianggap sudah berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru. 
c.    Langkah ketiga, apabila kurikulum telah selesai disusun, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diuji cobakan dan dievaluasi kelayakannya oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba tersebut digunakan sebagai bahan penyempurnaan. 
d.   Langkah keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu. Berdasarkan langkah-langkah pengembangan seperti yang telah dijabarkan di atas tampak bahwa dalam model pengembangan kurikulum ini guru hanya sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan. 
2.    The Grass-Roots Model 
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum karangan Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata.
a.         The curriculum will improve only as the proffesional competence of teachers improves (kurikulum hanya akan bertambah baik hanya jika kompetensi profesional guru bertambah baik).
b.        The competence of teacher will be improved only as the teachers become involved personally in the problems of curriculum revision (kompetensi guru akan menjadi bertambah baik hanya jika guru-guru menjadi personil-personil yang dilibatkan dalam masalah- masalah perbaikan (revisi) kurikulum).
c.         If teachers share in shaping the goals to be attained, in selecting, defining, and solving the problems to be encountered, and in judging and evaluating the results, their involvement will be most nearly assured (jika para guru bersama menanggung bentuk-bentuk yang menjadi tujuan yang dicapai, dalam memilih, mendefinisikan, dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Serta dalam memutuskan dan menilai hasil, keterlibatan mereka akan lebih terjamin).
d.        As people meet in face-to-face groups, they will be able to understand one another better and to reach a consensus on basic principles, goals, and plans (sebagai orang yang bertemu dalam kelompok-kelompok tatap muka, mereka akan mampu mengerti satu dengan yang lain dengan lebih baik dan membantu adanya konsensus dalam prinsi-prinsip dasar, tujuan, dan perencanaan).
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif (Sukmadinata, 2010: 163).
3.    Beauchamp’s System Model 
George A. Beauchamp (1981) mendefinisikan kurikulum sebagai dokumen tertulis yang memuat rencana untuk pendidikan peserta didik selama belajar di sekolah. Pengembangan kurikulum merupakan bagian penting dalam program pendidikan. Kurikulum dan silabus perlu dijabarkan lebih lanjut agar dapat dioperasionalkan di sekolah dan kelas.
Menurut Beauchamp, ada lima langkah atau pentahapan dalam mengembangkan suatu kurikulum (Beauchamp’s System).
1)        Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
2)        Menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum:
a.    para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar.
b.    para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih.
c.    para profesional dalam sistem pendidikan.
d.   profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum dibanding dengan tokoh-tokoh lain seperti para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politisi, dan pengusaha serta industriawan.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru-guru semakin besar. Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
a.    Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
b.    Bila ya, apakah peranan mereka?
c.    Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?
3)        Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu:
a.         membentuk tim pengembang kurikulum
b.        mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan
c.         studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru
d.        merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru
e.         penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
4)        Implementasi kurikulum.
Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
5)        Evaluasi kurikulum.
Langkah ini mencakup empat hal, yaitu:
a.         evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru
b.         evaluasi desain kurikulum
c.         evaluasi hasil belajar siswa
d.         evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh dari hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagi penyempurnaan sistem dan desain kurikulum, serta prinsip-prinsip melaksanakannya (Dakir, 2010: 106).
4.    The Demostration Model 
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil. Dalam pelaksanaannya, model ini menuntut sejumlah guru dalam satu sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam pembaharui kurikulum. Menurut Smith, Stanley dan Shores, model demonstrasi terdiri atas dua bentuk, yaitu:
a.    Dalam bentuk pertama yang cendrung bersifat formal, sekelompok guru diorganisasikan dalam suatu sekolah secara terpisah. Tugas mereka adalah mengembangkan proyek percobaan kurikulum. Tujuannya sama seperti tim penelitian dan pengembangan secara internal, yaitu untuk menghasilkan segmen baru dalam kurikulum sekolah. Dalam bentuk pertama ini, inisiatif dan organisasi kurikulum berasal dari atas sehingga model ini dianggap sebagai representasi variasi model administrasi.
b.    Dalam bentuk kedua dianggap kurang formal dibandingkan dengan bentuk pertama karena guru-guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada membuat eksperimen dalam area tertentu. Mereka bekerja dalam bentuk organisasi tak terstruktur atau bekerja sendiri – sendiri. Tujuan untuk menghasilkan alternative praktik kurikulum. Jika eksperimen berhasil, maka diusulkan untuk diadopsi penggunaannya di seluruh sekolah.
Dengan demikian, model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal amupun tidak formal. Keuntungan model demonstrasi antara lain :
1)        Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang nyata, maka dapat memberikan alternative yang dapat bekerja.
2)        Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cendrung lebih mudah disepakati dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.
3)        Mudah untuk mengatasi hambatan
4)        Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif dan nara sumber sehingga para administrator dapat mengarahkan minat dan kebutuhan guru untuk mengembangkan program-program baru. Guru-guru yang tidak terlibat di dalam proses pengembangan cendrung bersikap apatis, curiga, tidak percaya, dan cemburu. Akibatnya mereka akan menerima kurikulum baru itu dengan setengah hati (Hamid, 2009).
5.    Taba’s Inverted Model 
Model ini lebih menitikberatkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatu proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam model ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba ini.
a.    Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot, unit) melalui langkah-langkah:
b.    Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
c.    Merevisi dan mengonsolidasikan unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
d.    Mengembangkan keseluruhan kerangka kurikulum.
e.    Implementasi dan diseminarkan kurikulum yang telah teruji. Pada tahap ini terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, lokakarya dan lain sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat-alat sesuai dengan tuntutan kurikulum.
6.    Roger’s Interpersonal Relations Model 
Roger, seorang ahli psikologi, memberikan warna yang cukup kuat dalam pengembangan model kurikulum. Ada empat model yang dikembangkan oleh Roger. Model yang satu merupakan perbaikan dari model sebelumnya.
1)        Model I
Model pertama merupakan model yang paling sederhana. Kesederhanaan model ini dapat dilihat dari kegiatan yang ditawarkan, yaitu pembelajaran (pemberian informasi) dan ujian. Model ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pendidikan merupakan kegiatan penyampaian informasi yang diakhiri dengan kegiatan evaluasi. Oleh sebab itu, banyak pengembang menyebut model ini sebagai model tradisional. Namun demikian, pada awal pengembanganya, model yang sederhana ini banyak sekali digunakan. Jika Anda menggunakan model ini, maka sesuai dengan sifatnya, Anda harus bias menjawab dua pertanyaan mendasar berikut.
 a. Mengapa Anda mengajar mata pelajaran ini?
 b. Bagaimana Anda bisa mengukur keberhasilan pengajaran yang anda ajarkan?
Dari pertanyaan di atas terlihat bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran) dan ujian. Asumsi yang dipakai dalam model ini adalah pendidikan adalah evaluasi, dan evaluasi adalah pendidikan.Model ni menganggap siswa sebagai obyek yang pasif, sedangkan guru merupakansubyek yang aktif, yang mempunyai peran lebih dominan. Metode pembelajaran belum terlalu dipentingkan. Kesistematisan organisasi materi juga belum menjadiperhatian. Secara skematis, model ini dapat digambarkan sebagai ber ikut Sejumlah kelemahan yang terdapat dalam model ini mendorong Roger untuk mendesain model 2.
2)        Model II
Model pengembangan kurikulum ini beranjak dari dua pertanyaan sebelumnya dan dua pertanyaaan tambahan berikut.
a. Metode apa yang Anda gunakan dalam mengajarkan mata pelajaran?
b. Bagaimana Anda mengorganisasikan bahan pelajaran?
Dengan menambahkan komponen metode mengajar dan organisasi bahan maka terlihat bahwa model pengembangan kurikulum II semakin baik dan lengkap.Metode yang efektif dan penataan bahan pelajaran sistematis (dari mudah ke yang lebih sukar, dari konkret ke abstrak, dst.)
3)        Model III
Tidak puas dengan model kedua ini, Roger pun memunculkan model IIIdengan menambahkan dua hal yaitu tentang dukungan bahan ajar yang meliputibuku-buku dan media pengajaran. Dengan demikian pengaplikasian model ketiga inidapat dilakukan jika Anda sebagai guru mampu mengimplementasikan duapertanyaan tambahan berikut di sekolah.
 a. Buku pelajaran apa yang Anda gunakan dalam suatu pelajaran?
 b. Media pengajaran apa yang Anda gunakan dalam mendukung kegiatan pembelajaran?
4)        Model IV
Di samping pelbagai komponen kurikulum pada model I hingga model III,pada model IV ini disertakan pula komponen penting dalam keseluruhan pendidikan,yaitu tujuan. Tujuan ini menjadi arah pendidikan dan pengajaran ini yang mengikat semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya, termasuk teknologi yang akan digunakan.


7.    The Systematic Action-Research Model 
Model kurikuum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa, guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi kelompok dari sekolah dan masyarakat. Jadi model ini menekankan pada tiga hal; yaitu hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Langkah kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Fungsinya untuk menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut (Sukmadinata, 2010:169).
8.    Emerging Technical Model 
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru berdasarkan hal tersebut, diantaranya:
·      The Behaviour Analysis Model; menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
·      The System Analysis Model; berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
·      The Computer-Based Model; suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam komputer (Sukmadinata, 2010:170).
2.3     Kebaikan dan kelemahan setiap model pengembangan
1.    Model Administratif
Dalam model administratif , inisiatif pengembangan kurikulum datang dari pihak pejabat (administrator) pendidikan. Begitu pula dalam kegiatan penunjukan orang-orang yang terlibat didalamnya beserta tugas-tugasnya dalam pengembangan kurikulum ditentukan oleh administrator. Dengan menggunakan sistem garis komando selanjutnya hasil pengembangan kurikulum disebarluaskan untuk diterapkan disekolah-sekolah.
Kebaikan model ini : pada model ini penekanan diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masing-masing, disamping pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas kebawah. Model ini mudah dilaksanakan di negara-negara yang kemampuan profesional staf pengajarannya masih lemah.
Kelemahan model ini :
1)        Pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, Karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas.
2)        Pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan masyarakat,melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam kepanitian .
3)         Kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri,yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
2.        Model Grass Roots
Model grass roots kebalikan drai model administratif. Inisiatif dan kegiatan pengembangan kurikulum datang dari guru, baik pada level ruang kelas maupun level sekolah. Inisiatif ini muncul dikarenakan oleh ketidakpuasan guru terhadap kurikulum yang berjalan,selanjutnya para gru berupaya mengadakan inovasi terhadap kurikulum yang sedang berjalan.
Kebaikan model ini: kurikulum ini sangat bersifat desentralisasi, karena segala ide mulai dari perencanaan penyusunan sampai pelaksanaannya di lapangan adalah hak otonomi sekolah tersebut, dan pemerintah atau pengambil kebijakan yang lebih tinggi diatasnya tidak mempuyai kewenangan untuk mengubahnya.
Kelemahan model ini: di sekolah terdapat banyak kurikulum sehingga menimbulkan banyak kebingungan baik siswa maupun guru.
3.        Beauchamp’s system  model
Model ini baik, karena dalam pembuatan kurikulum dengan modelini banyak melibatkan banyak orang, tidak hanya para ahli bidang pendidikan,tetapi juga tokoh-tokoh masyarakat. Beauchamp juga membuat sistem sendiri dengan menentukan arena atau ruang lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum, setelah itu menetapkan personalia dalam pengembangan kurikulum tersebut, Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, kemudian implementasi kurikulum itu.
Kebaikan model ini: semua para ahli yang bergelut dalam bidang pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat ikut serta dalam penyusunan kurikulum.
Kelemahan model ini : sulit untuk mengumpulkan orang-orang tersebut karena banyak pihak (profesi) yang terlibat dalam penyusunan kurikulum tersebut
4.        Model Demonstrasi
Pengembangan kurikulum ini pada dasarnya datang dari bawah(grass roots), semula merupakan upaya suatu inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan daam skala yang lebih luas,tetapi dalam prosesnya sering mendapatkan tantangan dan ketidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu.
Kebaikan model ini:
1)        Menghasilkan kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata.
2)        Perubahan dan penyempurnaan yang hanya dalam skala kecil atau bagian-bagian tertentu dalam kurikulum, maka perubahan atau penyempurnaan akan lebih mudah diterima oleh administrator.
3)        Memungkinkan terlaksananya teori dan praktek atau dokumentasi yang ada dapat dilaksanakan
4)        Dapat mendorong administrator mengembangkan program baru, karena sifat dari model demonstrasi adalah grass roots yang menempatkan guru sebagai pengambil inisiatif dan narasumber.
Kelemahan model ini: model ini menciptakan pertentangan-pertentangan dikalangan guru. Guru-guru yang tidak ikut serta dalam proses pengembangan kurikulum cenderung menganggap guru-guru yang melakukan eksperimen dengan keraguan (setengah hati), tidak yakin atau bahkan tidak memperdulikannya.Oleh karena itu, suatu komponen yang penting pada model demonstrasi adalah perlu diadakannya komunikasi terbuka antara guru-guru yang melakukan eksperimen dengan pihak berwenang (misalnya perguruan tinggi yang terkait), yang bertujuan untuk mencegah rasa keraguan/rasa tidak diikutsertakan, sebaiknya kelompok eksperimen melakukan serangkaian demonstrasi hasil-hasil pekerjaan mereka untuk memuaskan berbagai pihak, misalnya perguruan tinggi dan para siswa sehingga inovasi kurikulum yang telah mereka lakukan bukan hanya eksperimental belaka melainkan dapat diserap dan dilaksanakan dalam lingkungan sistem sekolah
5.        Model terbalik Hilda Taba
Taba’s mengembangkan kurikulum yang bersifat induktif. Model ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model Ralp Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler, modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha pengembangan kurikulum.
Kebaikan model ini: guru harus aktif penuh dalam pengembangan kurikulum, guru diposisikan sebagai inovator dalam pengembang kurikulum.
Kelemahan model ini: terletak pada sulitnya mengorganisasikan model inikarena memerlukan kemampuan teoritis dan profesional yang tinggi dari para staf pengajar atau administrator pelaksana-pelaksananya.
6.        Roger’s interpersonal relations model
Model pengembangan kurikulum Rogers berdasarkan atas ilmu psikologi karena dia adalah ahli psikologi, akan tetapi pengembangan kurikulum dengan model ini tidak cukup baik karena rogers bukanlah ahli pendidikan meskipun ilmu psikologi dapat membantu dalam pengembangan kurikulum.
Kebaikan model ini: adanya aktifitas dan interaksi antara individu satu dengan individu yang lain seperti antara guru dengan guru atau guru dengan orang tua dan seterusnya. Dalam model ini diutamakan adalah adanya perubahan tingkah laku, dalam hal bagaimana mereka memandang sesuatu.
Kelemahan model ini: tidak ada suatu perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian kegiatan kelompok. Kurikulum model ini hanya dapat dilaksanakan oleh pendidik yang terbuka, luwes, dan berorientasi pada proses, sehingga diperlukan kelompok dalam latihan sensditif.
7.        The systematic action-research model
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial, artinya bila kurikulum berubah maka perubahan sosial yang melibatkan kepribadian orangtua, siswa, guru, struktur sistem sekolah juga mengalami perubahan.
Kebaikan model ini: kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lainnya yang mempunyai pandangan bagaimana seharusnya kurikulum yang baik.
Kelemahan model ini: terletak pada penerapannya karena memerlukan staf yang khusus dan terlatih dalam penelitian, tentunya hal tersebut (dalam pelaksanaanya) membutuhkan biaya yang besar.
8.        Emerging technical model (model teknologi)
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi dan efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model kurikulum. Jadi, kurikulum juga berubah seiring dengan perkembangan IPTEK.
Kebaikan model ini: menyangkut pada penyelenggaraan yang sistematis dan dapat menjangkau kawasan yang lebih luas.
Kelemahan model ini: kebalikan dari kebaikannya, keahlian dan profesional merupakan penghambat jika model ini digunakan.






























BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Banyak model dari pengembangan kurikulum yang dapat digunakan. Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya, serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model kosep pendidikan mana yang digunakan.
Terdapat berbagai macam model pengembangan kurikulum yang terdapat dalam model pengembangan Robert S Zais, diantaranya yaitu: model administrasi, model Grass Root, model sistem Beauchamp, model demonstrasi, model terbalik Hilda Taba, Rogers’s interpersonal relations model, the Systemic Action Research model, dan Emerging Technical model.   Masing-masing model tersebut memiliki kebaikan dan kelemahan yang dapat kita jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan kurikulum


















DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Z. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Dakir. H. 2010. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Faqoth, Aviet. 2012. Model Pengembangan Kurikulum. Artikel. https://www.scribd.com/doc/118399544/Makalah-Model-Pengembangan-Kurikulum (diunduh 10 September 2016. Pukul 11:56 WIB).
Hamalik, Oemar. 2009. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Hasan, Hamid. 2009. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana
Sukmadinata,  N. S.  2012. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tim Pengembang MKDK. 2002.  Kurikulum dan Pembelajaran : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.  Bandung: PT. Raja Grafindo Persada